ABU AIYUB
AL-ANSHARI
"PEJUANG DI WAKTU SENANG
ATAU PUN SUSAH"
Rasulullah memasuki kota Madinah, dan
dengan demikian berarti beliau telah mengakhiri perjalanan hijrahnya dengan
gemilang, dan memulai hari-harinya yang penuh berkah di kampung hijrah, untuk
mendapatkan apa yang telah disediakan qadar nahi baginya, yakni sesuatu yang
tidak disediakannya bagi manusia-manusia lainnya....
Dengan mengendauai untanya Rasulullah
berjalan di tengah-tengah barisan manusia yang penuh sesak, dengan luapan
semangat dari kalbu yang penuh cinta dan rindu ...,berdesak-desakan berebut
memegang kekang untanya, karena masing-masingnya menginginkan
untuk menerima Rasul sebagai tamunya.
Rombongan Nabi itu mula-mula sampai ke
perkampungan Bani Salim bin Auf; mereka mencegat jalan unta sembari berkata:
"Wahai Rasul Allah tinggallah anda pada kami, bilangan kami banyak, persediaan cukup, serta keamanan terjamin ... !"
Tawaran mereka yang telah mencegat dan memegang tali kekang unta itu, dijawab oleh Rasulullah: "Biarkanlah, jangan halangi jalannya, karena ia hanyalah melaksanahan perintah ... !"
"Wahai Rasul Allah tinggallah anda pada kami, bilangan kami banyak, persediaan cukup, serta keamanan terjamin ... !"
Tawaran mereka yang telah mencegat dan memegang tali kekang unta itu, dijawab oleh Rasulullah: "Biarkanlah, jangan halangi jalannya, karena ia hanyalah melaksanahan perintah ... !"
Kendaraan Nabi terus melewati perumahan
Bani Bayadhah, lain ke kampung Bani Sa'idah, teuus ke kampung Bani Harits ibnul
Khazraj, kemudian sampai di kampung Bani 'Adi bin Najjar .... Setiap suku atau
kabilah itu mencoba mencegat jalan unta Nabi, dan tak henti-hentinya meminta
dengan gigih agar Nabi shallallahu alaihi wasalam sudi membahagiakan
mereka dengan menetap di kampung mereka. Sedang Nabi menjawab tawaran mereka
sambil tersenyum syukur di bibirnya ujarnya: "Lapangkan jalannya,
harena ia terperintah ... !"
Nabi sebenamya telah menyerahkan memilih
tempat tinggalnya kepada qadar Ilahi, karena dari tempat inilah kelak
kemasyhuran dan kebesarannya .... Di atas tanahnya bakal muncul suatu masjid
yang akan memancarkan kalimat-kalimat Allah dan nur-Nya ke seantero dunia ....
Dan di sampingnya akan berdiri satu atau beberapa bilik dari tanah dan bata
kasar ...,tidak terdapat di sana harta kemewahan dunia selain barang-barang
bersahaja dan seadanya ... !
Tempat ini akan dihuni oleh seorang
Mahaguru dan Rasul yang akan meniupkan ruh kebangkitan pada kehidupan yang
sudah padam, dan yang akan memberikan kemuliaan dan keselamatan bagi mereka
yang berkata: -
"Tuhan kami ialah Allah",
kemudian mereka tetap di atas pendirian ... bagi mereka yang beriman dan tidak
mencampurkan keimanan itu dengan keaniayaan ...,bagi mereka yang mengikhlaskan
Agama mereka semata-mata untuk Allah ...dan bagi mereka yang berbuat kebaikan
di muka bumi dan tidak berbuat binasa....
Benarlah .... Rasul telah menyerahkan
sepenuhnya pemilihan ini kepada qadar Ilahi yang akan memimpin langkah
perjuangannya kelak .... Oleh karena inilah ia membiarkan saja tali
kekang untanya terlepas bebas, tidak ditepuknya kuduk
unta itu tidak pula dihentikan langkahnya ... hanya dihadapkan hatinya kepada
Allah, serta diserahkan dirinya kepada-Nya dengan berdo'a: -
"Ya Allah, tunjukkan tempat tinggalku, pilihhanlah untukhu... !"
"Ya Allah, tunjukkan tempat tinggalku, pilihhanlah untukhu... !"
Di muka rumah Bani Malik bin Najjar unta
itu bersimpuh kemudian ia bangkit dan berkeliling di tempat itu, lain pergi ke
tempat ia bersimpuh tadi dan kembali bersimpuh lalu tetap dan tidak beranjak
dari tempatnya. Maka turunlah Rasul dari atasnya dengan penuh harapan dan
kegembiraan ....
Salah seorang Muslimin tampil dengan wajah
berseri-seri karena sukacitanya ... ia maju lalu membawa barang muatan dan
memasukkannya ke rumahnya kemudian mempersilakan Rasul masuk .... Rasul pun
mengikutinya dengan diliputi oleh hikmat dan berkat.
Maka tahukah anda sekalian siapa orang yang
berbahagia ini, yang telah dipilih taqdir bahwa unta Nabi akan berlutut di muka
rumahnya, hingga Rasul menjadi tamunya, dan semua penduduk Madinah akan sama
merasa iri atas nasib mujurnya
Nah, ia adalah pahlawan yang jadi
pembicaraan kita sekarang ini ..., Abu Aiyub al-Anshari Khalid bin Zaid, cucu
Malik bin Najjar.
Pertemuan ini bukanlah pertemuan yang
pertamanya dengan Rasulullah .... Sebelum ini, yakni sewaktu perutusan Madinah
pergi ke Mekah untuk mengangkat sumpah setia atau bai'at, yaitu bai'at yang
diberkati dan terkenal dengan nama "Bai'at Aqabah kedua", maka Abu
Aiyub ai-Anshari termasuk di antara tujuh puluh orang Mu'min yang mengulurkan
tangan kanan mereka ke tangan kanan Rasulullah serta menjabatnya dengan kuat,
berjanji setia dan siap menjadi pembela.
Dan sekarang ketika Rasululah sudah
bermukim di Madinah dan menjadikan kota itu sebagai pusat bagi Agama Allah,
maka nasib mujur yang sebesar-besamya telah melimpah kepada Abu
Aiyub, karena rumahnya telah dijadikan rumah pertama yang didiami muhajir
agung, Rasul yang mulia.
Rasul telah memilih untuk menempati ruangan
rumahnya tingkat pertama ....Tetapi begitu Abu Aiyub naik ke kamarnya di
tingkat atas ia pun jadi menggigil, dan ia tak kuasa membayangkan dirinya akan
tidur atau berdiri di suatu tempat yang lebih tinggi dari tempat berdiri
dan tidurnya Rasulullah itu.
Ia lalu mendesak Nabi dengan gigih dan mengharapkan beliau agar pindah ke tingkat atas, hingga Nabi pun memperkenankannya pengharapannya itu ....
Ia lalu mendesak Nabi dengan gigih dan mengharapkan beliau agar pindah ke tingkat atas, hingga Nabi pun memperkenankannya pengharapannya itu ....
Nabi akan berdiam di sana sampai selesai
pembangunan masjid dan pembangunan biliknya di sampingnya .... Dan semenjak
orang-orang Quraisy bermaksud jahat terhadap Islam dan berencana menyerang
tempat hijrahnya di Madinah, menghasut kabilah-kabilah lain serta mengerahkan
tentaranya untuk memadamkan nur Ilahi semenjak itulah Abu
Aiyub mengalihkan aktifitasnya kepada berjihad pada jalan Allah. Maka
dimulainya dengan perang Badar, lalu Uhud dan Khandaq, pendeknya di semua medan
tempur dan medan laga, ia tampil sebagai pahlawan yang sedia mengurbankan nyawa
dan harta bendanya untukAllah Rabul 'alamin .... Bahkan sesudah Rasul wafat
pun, tak pernah ia ketinggalan menyertai pertempuran yang diwajibkan atas
Muslimin sekalipun jauh jaraknya yang akan ditempuh dan berat beban yang akan dihadapi
... !
Semboyan yang selalu diulang-ulangnya, baik
malam ataupun siang ... dengan suara keras ataupun perlahan ... adalah firman
Allah Ta'ala:
"Berjuanglah kalian, baik di waktu lapang, maupun di waktu sempit ... !" (Q·S.At-Taubat: 41)
"Berjuanglah kalian, baik di waktu lapang, maupun di waktu sempit ... !" (Q·S.At-Taubat: 41)
Satu kali saja ... ia absen tidak menyertai
balatentara Islam, karena sebagai komandannya khalifah mengangkat salah seorang
dari pemuda Muslimin, sedang Abu Aiyub tidak puas dengan kepemimpinannya. Hanya
sekali saja, tidak lebih... ! Sekalipun demikian, bukan main menyesalnya atas
sikapnya yang selalu menggoncangkan jiwanya itu, katanya: -
"Tak jadi soal lagi bagiku, siapa
orang yang akan jadi atasanku ... !" Kemudian tak pernah lagi ia
ketinggalan dalam peperangan. Keinginannya hanyalah untuk hidup sebagai
prajurit dalam tentara Islam, berperang di bawah benderanya dan membela
kehormatannya... !
Sewaktu terjadi pertikaian antara Ali dan
Mu'awiyah, ia berdiri di pihak Ali tanpa ragu-ragu, karena ialah Imam yang
telah dibai'at oleh Kaum Muslimin .... Dan tatkala Ali syahid karena dibunuh,
dan khilafat berpindah kepada Mu'awiyah,(Q.S.: At-Taubat: 41)
Abi Aiyub menyendiri dalam kezuhudan,
bertawakkal lagi bertaqwa. Tak ada yang diharapkannya dari dunia hanyalah
tersedianya suatu tempat yang lowong untuk berjuang dalam barisan para pejuang
....
Demikianlah, sewaktu diketahuinya
bala tentara Islam bergerak ke arah Konstantinopel, segeralah ia memegang kuda
dengan membawa pedangnya, terus maju mencari syahid yang sudah lama didambakan
dan dirindukannya ... !
Dalam pertempuran inilah ia ditimpa luka
berat. Ketika komandannya pergi menjenguknya, nafasnya sedang berlomba dengan
keinginannya hendak menemui Allah .... Maka bertanyalah panglima pasukan yang
waktu itu Yazid bin Mu'awiyah:
"Apa keinginan anda, wahai Abu Aiyub?"
"Apa keinginan anda, wahai Abu Aiyub?"
Aneh, adakah di antara kita yang dapat
membayangkan atau mengkhayalkan apa keinginan Abu Aiyub itu...? Tidak sama
sekali! Keinginannya sewaktu nyawa hendak berpindah dari tubuhnya ialah sesuatu
yang sukar atau hampir tak kuasa manusia membayangkan atau mengkhayalkannya ...
!
Sungguh, ia telah meminta kepada Yazid,
bila ia telah meninggal, agar jasadnya dibawa dengan kudanya sejauh-jauh jarak
yang dapat ditempuh ke arab musuh, dan di sanalah ia akan dikebumikan. Kemudian
hendaklah Yazid berangkat dengan balatentaranya sepanjang jalan itu, hingga
terdengar olehnya bunyi telapak kuda Muslimin di atas kuburnya dan
diketahuinyalab bahwa mereka telah berhasil mencapai kemenangan dan keuntungan
yang mereka cari ... !
Apakah anda kira ini hanya lamunan
belaka... ?Tidak;dan ini bukan khayalan, tetapi kejadian nyata, kebenaran yang
akan disaksikan dunia di suatu hari kelak, di mana ia menajamkan pandangan dan
memasang telinganya, hampir-hampir tak percaya terhadap apa yang didengar dan
dilihatnya ... !
Dan sungguh, wasiat Abu Aiyub itu telah
dilaksanakan oleh Yazid! Di jantung kota Konstantinopel yang sekarang bernama
Istanbul, di sanalah terdapat pandam pekuburan laki-laki besar, sungguh besar
itu ... !
Hingga sebelum tempat itu dikuasai oleh
orang-orang Islam, orang-orang Romawi penduduk
Konstantinopel memandang Abu Aiyub di makamnya itu sebagai orang kudus
suci ....Dan anda akan tercengang jika mendapati semua ahli sejarah yang
mencatat peristiwa-peristiwa itu berkata: "Orang-orang Romawi sering
mengunjungi dan berziarah ke kuburnya dan meminta hujan dengan perantaraannya,
bila mereka mengalami kekeringan... "
Sekalipun perang dan pertempuran sarat
memenuhi kehidupannya, hingga tak pernah membiarkan pedangnya terletak
beristirahat, namun corak kehidupannya adalah tenang tenteram laksana desiran
bayu di kala fajar datang menjelma ....
Sebabnya ia pernah mendengar ucapan
Rasulullah shallallahu alaihi wasalam yang terpateri dalam hatinya:
"Bila engkau shalat, maka
shalatlah seolah-olah yang terakhir atau hendak berpisah .... Jangan
sehali-hali mengucaphan kata-kata yang menyebabhan engkau harus meminta ma'af ...
! Lenyapkan harapan terhadap apa yang berada di tangan orang lain... !"
Dan oleh karena itulah tak pernah lidahnya
terlibat dalam suatu fitnah ... dan dirinya tidak terjerembab dalam kerakusan
.... Ia telah menghabiskan hidupnya dalam kerinduan ahli ibadah dan ketahanan
orang yang hendak berpisah. Maka sewaktu ajalnya datang tak ada keinginannya di
sepanjang dan selebar dunia kecuali cita-cita yang melambangkan kepahlawanan
dan kebesarannya selagi hidupnya: "Bawalah jasadku jauh-jauh ... jauh
masuk ke tanah Romawi, kemudian kuburkan aku di sana ... !"
Ia yakin sepenuhnya akan kemenangan, dan
dengan mata hatinya dilihatnya bahwa wilayah ini telah termasuk dalam taman
impian Islam, dalam lingkungan cahaya dan sinarnya…...
Karena itulah ia menginginkannya sebagai
tempat istirahatnya yang terakhir, yakni di ibukota negara itu, di mana akan
terjadi pertempuran yang menentukan, dan dari bawah tanahnya yang subur,
ia akan dapat mengikuti gerakan tentara Islam, mendengar kepakan benderanya,
dan bunyi telapak kudanya serta gemerincing pedang-pedangnya Sekarang ini ia
masih terkubur di sana .... Tetapi tidak lagi mendengar gemerincing pedang,
atau ringkikan kuda! Keadaan telah berlalu, dan kapal telah berlabuh di tempat
yang dituju, sejak waktu yang lama .... Tetapi setiap hari, dari pagi hingga
petang didengarnya suara adzan yang berkumandang dari menara-menaranya yang
menjulang di angkasa, bunyinya: -
"Allah Maha Besar....Allah Maha Besar.... "
"Allah Maha Besar....Allah Maha Besar.... "
Dan dengan rasa bangga, di dalam kampungnya
yang kekal dan di mahligai kejayaannya ia menyahut: -
"Inilah apa yang telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya ....Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya…!"
"Inilah apa yang telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya ....Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya…!"