PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATED
KURIKULUM 2013
A.
Karakteristik Perkembangan anak usia kelas awal SD
Anak
yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini.
Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat
penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh
potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara
optimal. Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD
biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu
mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki
secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan
telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang pensil maupun
memegang gunting. Selain itu, perkembangan sosial anak yang berada pada usia
kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya tentang
jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai
sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri. Perkembangan emosi anak usia 6-8
tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain,
telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah
mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak
usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi,
mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya
perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya
pemahaman terhadap ruang dan waktu.
B.
Cara Anak Belajar
Piaget
(1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam
menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan
kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut
schemata yaitu system konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman
terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut
berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang
sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam
pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus
menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang.
Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan
melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku
belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan
lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses
belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. Anak
usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia
tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai
memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain
secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir
secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk
mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan
aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab
akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar,
luas, dan berat. Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut,
kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1.
Konkrit
Konkrit
mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang
dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik
penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan
lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan
bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya,
keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan
kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
2.
Integratif
Pada
tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu
keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu,
hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke
bagian demi bagian.
3.
Hierarkis
Pada
tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai
dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan
hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar
materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .
C.
Belajar dan Pembelajaran Bermakna
Belajar
pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa
kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap
dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman. Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar
anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan
pembelajaran ini akan Menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam
lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar
bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri
individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya. Belajar bermakna
(meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh
terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi
baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa.
Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka,
tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan
pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik
dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka
guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah
dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara
harmonis
konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Dengan kata
lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang
dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya
mendengarkan orang/guru menjelaskan.
D.
Pengertian Pembelajaran Tematik
Sesuai
dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep
belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas
awl SD sebaiknya dilakukan dengan Pembelajaran tematik. Pembelajaan tematik
adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema
adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan
(Poerwadarminta, 1983). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak
keuntungan, di antaranya:
1)
Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2)
Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar
antar matapelajaran dalam tema yang sama;
3)
pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4)
kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran
lain dengan pengalaman pribadi siswa;
5)
Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan
dalam konteks tema yang jelas;
6)
Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata,
untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus
mempelajari matapelajaran lain;
7)
guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik
dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan,
waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau
pengayaan.