ORANGTUAKU TAK ADIL

ORANGTUAKU TIDAK ADIL PADAKU
(percakapan hanyalah ilustrasi, jika ada kesamaan nama tokoh, kejadian dan tempat hanyalah kebetulan saja)
Guru    : Mari Bu, silakan duduk. Mau ambil raport atas nama siapa, Ibu?
Ortu     : Dewi.
Guru    : Ya. Ini, Bu. Raportnya silakan dilihat nilainya, ditandatangani dibawah itu.
              Bagaimana putrinya di rumah belajarnya?
Ortu     : Alhamdulillah belajarnya ya bisa tiap hari. Tapi ini kok nilainya jelek ya.

  Padahal waktu di kelas V nilainya bagus-bagus tu Pak. Memang anak saya ini
  kurang pandai, beda dengan adiknya. Kalau adiknya pinter.
Guru    : Punya adik to, kelas berapa?
Ortu     : Kelas 2, Pak. Tapi, tidak di sini. Saya sekolahkan di SD Jotos 1.
Guru    : Kenapa tidak disekolahkan di sini? Kan dekat rumah, ada kakaknya di sini.
              Bisa sambil ngawasi adiknya, begitu.
Ortu     : Ya sih, sebenarnya begitu. Jadi, bagaimana ni si Dewi.
  Apakah  di sekolah nurut sama guru atau malah nakal, gak mau ngerjakan tugas.
  Kok nilainya jelek seperti ini.
Guru    : Putri ibu, si Dewi, nurut sama guru, tidak nakal, dan nilainya tidak jelek.
              Mungkin cara ibu yang kurang tepat dalam melihat kemampuan putri ibu.
              Mungkin menurut ibu nilai Dewi jelek, tapi apakah ibu tidak melihat kemampuan Dewi.
              Dalam arti kemampuan yang lain, selain yang menurut ibu nilainya jelek.
              Mohon dimengerti, bahwa kami menilai dengan angka yang tidak dibuat-buat.
              Di kelas V, mungkin bagi ibu nilainya bagus. Tapi bagi kami, berbeda.
              Nilai yang bagus itu tidak sesuai dengan kemampuan Dewi yang sebenarnya.  
Ortu     : Jadi bagaimana?
Guru    : Anggapan Ibulah yang membuat Dewi di pandangan Ibu, ia adalah siswa yang bodoh.
Ortu     : Tapi, memang demikian kan Pak?
Guru    : Mulai, sekarang jangan anggap putri Ibu bodoh hanya karena melihat nilai itu.
              Kemampuan siswa tidak hanya diukur dari nilai itu saja, Bu.
  Mohon nanti dibaca di kolom catatan untuk siswa.
  Dan, saran kami, jangan membedakan Dewi dengan adiknya. Ibu harus adil.
  Ibu menganggap adiknya Dewi pandai, lalu Ibu sekilahkan di SD Jotos I.
  Sedangnkan Dewi, Ibu anggap bodoh, lalu Ibu sekolahkan di sini.
  Secara tidak langsung Ibu menganggap sekolah ini, merupakan tempat
  belajarnya anak-anak bodoh. Dan berefek pada mental Dewi.
Ortu     : Jadi saya harus bagaimana?
Guru    : Ya, Ibu jangan menganggap Dewi bodoh, dan adiknya lebih pintar. Memang keduanya mempunyai kecerdasan yang berbeda. Tapi, setiap anak mempunyai kelebihan dan kekurangan yang berbeda. Mungkin Dewi mempunyai kelebihan dalam hal non akademis. Sedangkan adiknya lebih cenderung cerdas dalam hal yang bersifat akademis. Harap Ibu ketahui bahwa kesuksesan yang mungkin Ibu idamkan terjadi pada anak Ibu, itu tidak mutlak pada hal yang bersifat akademis. Banyak tokoh dunia yang justru di bidang akademisnya kurang pandai dalam pandangan umum. Mungkin Ibu sendiri sewaktu sekoalh di SD atau SMP, tidak mendapat rangking 1. Tapi apakah Ibu menjadi orang yang gagal, kan tidak. Apakah teman-teman Ibu sekelas dulu, ada yang bodoh dalam pandangan Ibu, namun sekarang sukses, atau jadi orang. Saya yakin pasti ada. Maaf, Ibu. Ibu harus bersikap adil pada putri-putri Ibu. Kalau pribadi saya, saya sudah terbiasa menangani siswa yang menurut pandangan awam adalah anak bodoh. Jadi, kalau ada orang tua yang menyekolahka anaknya ke SD ini karena dianggap bodoh yan silakan. Terima kasih. Itu tantangan buat kami.
....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar