7 Manusia Harimau - Pendekar Wanita Buta
Motinggo Busye - Novelis
Malam Jahanam
Semuanya diluar dugaan orang banyak, Ki Putih Kelabu mengirimkan undangan
kepada beberapa orang yang disegani di Kumayan. Orang mengira, undangan itu
adalah pemberitahuan pertunangan Ki Pita Loka dengan Guru Gumara.
Nyatanya hanya sebuah undangan syukuran belaka. Guru Gumara juga diundang,
dan dia datang mengenakan kemeja putih, juga terjadi hal di luar dugaan,
karena Ki Putih Kelabu yang dikenal pendiam itu ternyata pandai berpidato.
"Saya dengan segala kerendahan hati ingm mengingatkan lagi kepada anda,
bahwa keluarga kami mewaris sifat pemaaf". Tidak berdendam dan tidak
menyukai permusuhan. Kami sudah berusaha meghindari segala pertikaian
dengan siapapun. Karena usaha itu, anak kami Pita Loka harus menelan
penderitaan kebutaan sebelah matanya yang tidak dapat dipersalahkan kepada
satu orang pun. Saya ulangi, kami tidak menyalahkan siapa - siapa. Karena
itu siapapun yang menganggap dirinya bersalah, harap lupakan seluruh
kejadian sebab tidak satupun peristiwa yang berdiri sendiri. Mari kita
belajar dari dalam semesta, di mana satu perpindahan bintang hanyalah
karena mengikuti aturan kemestian sejak awal kejadian. Gunung yang meletus
tidak berdaya menolak takdir, lalu lahar dingin seolah menganggu tanah
pertanian. Tapi ini semua menjadi modal kesuburan anak cucu di kemudian
hari, yang mewarisi kesuburan tanah.
Jadi, gunung yang meletus lahar yang mengalir, hanyalah tunduk dengan
aturan alam semesta. Yang senantiasa bandel itu, hanyalah kita manusia.
Tapi tentu ada manusia yang selamat karena ikut dalam aturan semesta. Maka,
barang siapa yang mencari dan mendapatkan Sufia,dialah yang selamat dan
kebal atas keruntuhan , . ."
Ki Putih Kelabu rupanya sudah mengakhiri pidatonya. Guru Gumara mencoba
memahami kalimat terakhir guru yang rendah hati itu.
Apa itu Sufia?
Setiba di rumah, Gumara membongkar kembali Kitab Tujuh. Dia membaca semua
huruf gundul di Kitab itu. Namun dia tidak menemukan perkataan Sufia.
Gumara yakin itu sejenis ilmu. Bukan kitab. Dicobanya merenungi kembali
ucapan Guru Putih Kelabu diakhir pidatonya: "Maka, barang siapa yang
mencari dan mendapatkan Sufia, dialah yang selamat dan kebal atas
keruntuhan".
Jika Gumara membongkarnya dalam lembaran Kitab Tujuh, maka Pita Loka
menanyakan hal itu kepada sang Ayah.
"Apa itu Sufia, ayah?" tanyanya.
"Aku pun tidak tahu. Ucapan itu Kami warisi dari Guru, dan Guru mewarisinya
dari gurunya pula,"
"Saya menganggapnya begitu penting. Tiap soal yang menarik perhatian
manusia, lalu mendapatkan jawabannya, lantas hal itu tidak penting lagi.
Ketika Thomas Alva Edison menemukan listrik, orang mempertanyakan cahaya
pijar itu. Tetapi sekarang listrik bukan barang mewah lagi. Tapi jika ada
satu soal seperti Sufia dipertanyakan, tapi tidak dapat jawaban, itu
pertanda masalah itu penting dan bermutu tinggi,"
Pita Loka kecewa karena ayahnya hanya berdiam diri. Pagi harinya, ketika
Pita Loka mau berangkat ke sekolah, ada tamu. Tamu itu Ki Lading Ganda yang
bartanya, "Bisakah bicara sejenak dengan Ki Guru?"
Ki Putih Kelabu muncul dan mempersilahkan anggota Harimau Kumayan itu duduk
di tikar permadani.
Pita Loka kembali ke kamar, dengan maksud mendengar percakapan antara
ayahnya dan sahabatnya itu.
"Diantara kita tidak perlu ada rahasia. Coba terangkan padaku, apa itu
Sufia?"
"Jangan berkecil hati, Guru Lading Ganda. Saya tidak mengetahuinya", jawab
Ki Putih Kelabu.
"Darimana kau perdapat kata ajaib itu?"
"Dari Guru. Aku pernah mempertanyakannya seperti kau mempertanyakannya
sekarang ini, padaku. Tapi Guru hanya menyatakan, itu beliau dengar dari
Gurunya." ujar Ki Lading Anda pergi mencegat Ki Gumara yang akan berangkat
mengajar di SMA.
"Tentu anda mengetahui apa itu Sufia, Guru!" ujar Ki Lading Ganda.
"Maaf. Sama sekali tidak".
"Tampaknya itu wasiat penting. Ki Putih Kelabu tidak suka bicara, tapi kali
ini dia bicara. Kau yang ahli takwil, coba terangkan padaku apa takwil ini
semua?"
"Jika itu yang Guru tanyakah pada saya, saya sekedar dapat memahami. Kirakira
sebentar lagi akan muncul huru-hara di Kumayan ini. Biasanya, hanya
orang berilmu yang selamat atas huru - hara, karena orang berilmu pandai
membaca keadaan. Itulah tugas kita; Membaca keadaan. Suasana".
KI Lading Ganda bertanya lagi; "Huru-hara itu tentulah ada penyebabnya.
Besar kemungkinan kekacauan ini mungkin datangnya dari pihak yang
berbicara."
"Maksud tuan Guru, Ki Putih Kelabu akan membalas padanya?"
"Semua orang bilang, Guru Gumara yang membuat puterinya buta," kata Ki
Lading Ganda.
"Ah, itu perasaan Tuan Guru saja," ujar Guru Gumara. selengkapnya ... download novelnya ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar