ANGKA LIAR

ANGKA LIAR

Sudah sekian lama admin tidak update karena kesibukan yang ada. Alhamdulillah di sela-sela kesibukan, kali ini admin bisa mengupdate ini blog. Tidak ada tutorial yang akan diupdate. Sebenarnya banyak tutorial yang ingin admin update, tapi untuk membuat tutorial sangatlah rumit dan membutuhkan ketelitian.
Baiklah, pada update kali ini, admin akan menyampaikan sebuah kenyataan di dunia pendidikan kita yang tidak sesuai dengan harapan. Apabila kita melihat hasil belajar siswa-siswa, khususnya di SD, kita akan melihat nilai siswa yang beragam. Dari nilai SKHU yang sudah dibagikan nampak bahwa banyak nilai siswa yang bagus, di atas rata-rata, dan semua siswa lulus.
Mungkin hal ini menggembirakan. Pasti orangtua dan guru merasa senang jika nilai siswa tersebut bagus dan dapat dijadikan syarat untuk dapat melanjutkan ke SMP yang diinginkan. Terlebih lagi jika SD tempat sekolah siswa tersebut mendapat peringkat yang bagus. Tapi ada apakah di balik nilai itu. Nilai siswa yang bagus tersebut ternyata tidak didukung dengan fakta yang ada. Admin tidak membahas bagaimana nilai yang bagus tersebut diperoleh. Bisa jadi karena kerjasama antar siswa yang dibiarkan terjadi oleh para pengawas ujian. Bisa saja terjadi karena siswa menyontek atau berbagai kecurangan lainnya.
Ketidak sesuaian nilai yang bagus dengan fakta itu terjadi antara nilai kompetensi dan karakter siswa. Memang sebenarnya dua hal yang berbeda antara nilai kognitif dengan karakter. Nilai kognitif berdasarkan kompetensi pengetahuan siswa. Sedangkan karakter berkaitan dengan sikap dan perilaku siswa.
Jika kita melihat sifat dan perilaku pelajar, sangatlah banyak kejadian-kejadian yang sangat tidak terpuji. Tewuran, tidak kriminal, pelanggaran peraturan, kejahatan seksual dan sebagainya, yang dilakukan oleh pelajar. Tidak perlu menyalahkan dengan siapa mereka bergaul. Tidak perlu menyalahkan media informasi yang menjadi faktor pendukung dan penyebab hal itu terjadi. Tapi ada yang perlu diperbaiki dalam sistem dunia pendidikan di Indonesia.
Siswa dengan nilai yang tinggi tentu dapat diterima di sekolah yang mereka ingini jika sesuai kriteria dari rentang nilai yang diterima sekolah tersebut. Tapi tidak ada kriteria penilaian karakter siswa yang menjadi tolok ukur diterimanya siswa pada sekolah tersebut. Hal ini diperparah juga dengan keadaan tidak ada kriteria kelulusan yang mengacu pada karakter siswa.
Angka-angka yang fantastis ternyata tidak sefantastis karakter mereka. Hal inilah yang menjadi keprihatinan kita, tersingkirnya nilai-nilai karakter dari pendidikan. Semuanya merasa bangga dengan nilai yang tinggi, namun tidak memperhatikan karakter mereka. Pendidikan yang seharusnya mendidik dan menciptakan siswa berkarakter terpuji justru sebaliknya, hanya mengunggulkan nilai-nilai yang berupa angka. Semua diukur dengan angka. Angka yang kemudian dibandingkan dengan angka lain, yang kemudian dibuat peringkat. Peringkat itupun menghasilkan angka-angka. Angka yang paling kecil dalam peringkat menunjukkan angka perolehan tertinggi yang dicapai. Inilah ukuran yang digunakan dari pendidikan sekarang ini. Semua diukur dengan angka dan semua keberhasilan atau kegagalan diukur dengan angka. Sedangkan angka mudah untuk dibuat.
Bagaimana dengan karakter siswa. Siswa dengan karakter terpuji, jika tidak memiliki angka yang dihendaki oleh sekolah tertentu, maka ia tidaak akan diterima di sekolah tersebut. Padahal, angka yang mewakili nilai karakter siswa (jika ada) tidak sedetail dan terinci menggambarkan karakter siswa. Bahkan terkesan dibuat-buat dan tidak sesuai dengan yang tertulis.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar