Era
globalisasi yang melanda di Indonesia begitu cepat seperti banjir bandang yang
melanda. Teknologi dan informasi yang begitu cepat perkembangannya dapat
dirasakan oleh masyarakat Indonesia baik di kota maupun desa. Berbagai
fasilitas hidup semakin banyak ragamnya dan canggih. Salah satu perangkat
teknologi yang hampir ada ti setiap rumah adalah televisi. Tele berarti jauh,
visi berarti gambar, jadi pengertian televisi adalah gambar dari jauh yang
dapat dilihat/dinikmati. Beragam acara hiburan dan informasi melengkapi sajian
dalam televisi (TV). Mulai dari hiburan ringan untuk anak-anak sampai hiburan
untuk orang yang sudah tua. Informasi yang ringan sampai informasi dunia
politik maupun yang mengerikan. Semua itu dihadirkan di dalam rumah-rumah masyarakat
Indonesia untuk dilihat dan dinikmati oleh semua anggota dalam rumah tersebut.
Dari yang paling tua sampai anak-anak hampir tiap hari melihat siaran TV.
Tentunya dengan program TV kesukaan yang berbeda.
Siaran
televisi yang ada di Indonesia begitu bebasnya masuk ke dalam rumah. Seolah
acara-acara TV tersebut dipersilakan begitu saja oleh yang mempunyai kebijakan di
negeri ini maupun si empunya TV. Lihatlah film-film atau sinetron yang
ditampilkan di TV, begitu banyak yang tidak pantas untuk ditonton, tidak mendidik,
tidak bermutu, mempropaganda, sebagai alat kepentingan dari golongan tertentu,
atau tontonan tak pantas yang lain. Semuanya dikonsumsi dan secara tidak
langsung meracuni masyarakat. Masyarakat yang tidak mempunyai kecerdasan yang
cukup begitu mudahnya mempercayai semua apa yang dilihatnya di TV, dan mudah
pula dipengaruhi oleh acara-acara di TV. Seolah semua yang ada di TV adalah
fakta bahkan kebenaran.
Keberadaan
TV yang membawa hiburan bagi semua termasuk anak-anak tentunya disukai oleh
anak-anak. Hampir setiap hari TV dinyalakan dan dinikmati acara-acaranya oleh
anak-anak. Dari pagi hari sesaat setelah bangun tidur sampai menjelang tidur banyak
sekali acara yang disukai anak-anak. Anak-anak Indonesia menjadi kecanduan
terhadap TV. Tiada hari tanpa nonton TV. Apalagi banyak sekali acara yang
disukai anak-anak yang dapat dinikmati dengan bebas. Film kartun, film anak
dari luar negri, animasi, musik anak-anak maupun dewasa, film yang bukan
konsumsi mereka, berita yang provokatif, dan lain-lain. Yang lebih
memprihatinkan bahwa banyak acara yang tidak pantas dilihat oleh anak-anak tapi
justru ditayangkan pada jam anak-anak sedang nonton TV.
Lalu
bagaimana anak-anak belajar? Kapan merreka belajar? Pertanyaan itu muncul
karena banyaknya anak-anak yang selalu nonton TV ketika mereka di rumah, yang
seharusnya mereka belajar di rumah. Para orang tuapun membiarkan keadaan ini
terjadi bahkan ikut nonton TV bersama anak-anak mereka. Sehingga anak-anak
tidak mau belajar, lupa mengerjakan PR dan tugas dari guru. Kalaupun mereka
belajar dan mengerjakan tugas, mereka lakukan di depan TV sambil menikmati acara kesukaanya. Tentu saja
belajar dengan kondisi demikian tidaklah efektif. Pekerjaan yang diselesaikan
tidak maksimal bahkan asal-asalan. Hasil belajar dan pekerjaan yang demikian
tentunya tidak dapat meningkatkan prestasi belajar anak. Seolah-olah usaha guru
dalam mencerdaskan anak bangsa menjadi sia-sia karena tidak didukung oleh peran
orang tua anak yang tidak optimal dan kooperatif. Itulah sedikit gambaran
menyedihkan pada masyarakat Indonesia.
Ada dua
sikap atau tindakan bertentangan orang tua dalam kaitannya dengan TV dan
kebutuhan belajar anak.
1.
Acuh tak acuh. Orang tua yang tidak bertanggungjawab terhadap
kemajuan belajar anaknya cenderung acuh taak acuh atau tidak mempedulikannya. Anak
diberi kebebasan memilih menikmati TV atau belajar. Bahkan orang tua seperti
ini tidak mengetahui perkembangan prestasi anaknya.
2.
Penuh perhatian pada perkembangan prestasi belajar anaknya. Orang tua
yang demikian akan memberikan kebijakan pada anaknya berkaitan dengan kesukaan
anak nonton TV dan kebutuhan anak untuk belajar. Mungkin ada beberapa aturan
dari orang tua yang diterapkan pada anak, diantaranya aadalah :
a.
Anak diberi kebebasan nonton TV dengan jaminan prestasi belajar
harus bagus.
b.
Anak diberi kesempatan khusus untuk waktu belajar yang harus
digunakan anak untuk belajar.
c.
Anak tidak diperbolehkan menonton TV pada jam 18.00 s/d 21.00 WIB.
d.
Anak tidak diperbolehkan nonton TV pada acara-acara yang bukan
untuk konsumsi anak.
e.
Anak hanya diperbolehkan nonton TV pada jam-jam tertentu.
f.
Anak tidak diperbolehkan nonton TV dengan cara tidak disediakan TV
di rumah.
g.
Menjadikan TV sebagai media pembelajaran bagi anak dengan cara
mendampingi anak nonton TV dan memberikan bimbingan yang positif terhadap anak
tentang acara yang sedang ditontonnya.
h.
dan lain-lain.
Apapun peraturan
orang tua yang harus ditaati anak kaitannya dengan TV dan belajar, barangkali semua
orang tua yang peduli pada prestasi belajar anaknya pasti sepakat bahwa keberadaan
TV sangat mengganggu pada proses belajar anak di rumah. Menyediakaan TV sama
artinya siap meracuni anak jika hanya membiarkan anak menikmati TV tanpa
kontrol. Orang tua yang dapat menjadikan TV sebagai media pembelajaran bagi
anak agar mendapatkan pembelajaran dari TV di rumah adalah orang tua yang patut
mendapat julukan sebagai mediator sang juara.
Penulis :
Dwi Joko Maryono
Silakan Copas dan sertakan sumbernya.