Oleh: Abu
Hamzah Agus Hasan Bashari
PENDAHULUAN.
Islam adalah
dien al-haq yang diwahyukan oleh Allah Ta’ala kepada Rasul-Nya yang terakhir
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.Islam dan Liberal adalah dua istilah yang antagonis, saling berhadap-hadapan tidak mungkin bisa bertemu. Namun demikian ada sekelompok orang di Indonesia yang rela menamakan dirinya dengan Jaringan Islam Liberal (JIL). Suatu penamaan yang “pas” dengan orang-orangnya atau pikiran-pikiran dan agendanya. Islam adalah pengakuan bahwa apa yang mereka suarakan adalah haq tetapi pada hakikatnya suara mereka itu adalah bathil karena liberal tidak sesuai dengan Islam yang diwahyukan dan yang disampaikan oleh Rasul Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi yang mereka suarakan adalah bid’ah yang ditawarkan oleh orang-orang yang ingkar kepada Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Islam dan Liberal adalah dua istilah yang antagonis, saling berhadap-hadapan tidak mungkin bisa bertemu. Namun demikian ada sekelompok orang di Indonesia yang rela menamakan dirinya dengan Jaringan Islam Liberal (JIL). Suatu penamaan yang “pas” dengan orang-orangnya atau pikiran-pikiran dan agendanya. Islam adalah pengakuan bahwa apa yang mereka suarakan adalah haq tetapi pada hakikatnya suara mereka itu adalah bathil karena liberal tidak sesuai dengan Islam yang diwahyukan dan yang disampaikan oleh Rasul Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi yang mereka suarakan adalah bid’ah yang ditawarkan oleh orang-orang yang ingkar kepada Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Islam liberal menurut Charless Kurzman muncul sekitar abad ke-18 dikala kerajaan Turki Utsmani Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal tengah berada digerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan pemurnian, kembali kepada al-Qur’an dan sunnah. Pada saat ini muncullah cikal bakal paham liberal awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi dikalangan Syi’ah. Aqa Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar.
Misi Firqah Liberal adalah untuk menghadang (tepatnya : rnenghancurkan) gerakan Islam fundamentalis. mereka menulis: “sudah tentu, jika tidak ada upaya-upaya untuk mencegah dominannya pandangan keagamaan yang militan itu, boleh jadi, dalam waktu yang panjang, pandangan-pandangan kelompok keagamaan yang militan ini bisa menjadi dominan. Hal ini jika benar terjadi, akan mempunyai akibat buruk buat usaha memantapkan demokratisasi di Indonesia. Sebab pandangan keagamaan yang militan biasanya menimbulkan ketegangan antar kelompok-kelompok agama yang ada. Sebut saja antara Islam dan Kristen. Pandangan-pandangan kegamaan yang terbuka (inklusif) plural, dan humanis adalah salah satu nilai-nilai pokok yang mendasari suatu kehidupan yang demokratis.”
[1]. Mereka yang digerakkan oleh kebencian yang mendalam terhadap Barat
[2]. Mereka yang bertekad mengembalikan peradaban Islam masa lalu dengan membangkitkan kembali masa lalu itu
[3]. Mereka yang bertujuan menerapkan syariat Islam
[4]. Mereka yang mempropagandakan bahwa islam adalah agama dan negara
[5]. Mereka menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun (petunjuk) untuk masa depan.
[1]. Mereka yang digerakkan oleh kebencian yang mendalam terhadap Barat
[2]. Mereka yang bertekad mengembalikan peradaban Islam masa lalu dengan membangkitkan kembali masa lalu itu
[3]. Mereka yang bertujuan menerapkan syariat Islam
[4]. Mereka yang mempropagandakan bahwa islam adalah agama dan negara
[5]. Mereka menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun (petunjuk) untuk masa depan.
Dalam tulisan berjudul “Empat Agenda islam Yang Membebaskan; Luthfi Asy-Syaukani, salah seorang penggagas JIL yang juga dosen di Universitas Paramadina Mulya memperkenalkan empat agenda Islam Liberal.
[1]. Pentingnya konstekstualisasi ijtihad
[2]. Komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan
[3]. Penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama
[4]. Permisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara [Lihat Greg Bertan, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Pustaka Antara Paramadina 1999: XXI]
[1]. Mereka tidak menyuarakan Islam yang diridhai oleh Allah AzZa wa Jalla, tetapi menyuarakan pemikiran-pemikiran yang diridhai oleh Iblis, Barat dan pan Thaghut lainnya.
______
Maraji’
[1]. Arifin, Syamsul, Menakar Otenisitas Islam Liberal, Jawa Pos, 1-2-2002
[2]. Al-Hanafi, Ali Ibn Abi Al-Izz, Tahzdib Syarah Ath-Thahawiyyah, Dar Al-Shadaqah, Beirut, cet.I 1995
[3]. Al-Mahmashani, Ahmad Ibnu Umar, Mukhtashar Jami Bayan Al-Ilmi wa Fadhlihi, Tahqiq Hasan Ismail, Dar Al-Khair, Beirut cet.I 1994
[4]. Al-Uwaisyah, Hasan, Hashaid Al-Aisum, Dar Al-Hijrah
[5]. Husaini, Adnan, Islam Liberal dan Misinya, Makalah Diskusi Di Pesantren Tinggi Husnayain Jakarta 8 Januari 2002
[6]. Imarah, Muhammad, Perang Terminologi Islam Versus Barat, terjemahan Musthalah Maufur, Rabbani Press, Jakarta 19998
[7]. Jaiz, Hartono Ahmad, Bahaya Islam Liberal, Pustaka Al-kautsar cet II, 2002
[8]. Kurzman, Charless, Wacana Islam Liberal, Paramadina Jakarta 2001
[9]. Majid, Nurcholis, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan, Mizan, Bandung cet III/1996
[10]. Muadz, Muhammad Arkoum Anggitan Tentang Cara-Cara (Tafsir) Al-Qur’an, Jurnal Salam Umm Malang vol.3 No. 1/2000
[11]. Ridawan, Nurcholis, Gado-Gado Islam Liberal, Majalah Sabili, No. 15 tahun IX, 25 Januari 2002
[12]. Rahman, Fazlur, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, terjemahan Taufiq Adnan, Mizan, Bandung 1987
[13]. Syaqfah, M Fahd, At-Tashawwuf Baina Al-Haqqi wa Al-Khalq, Dar Al-Salafiyah cet III 1983
[14]. Watt, Wiliam M. Fundamentalisme Islam dan Modernitas, terjemahan Taufiq Adnan, Raja Grafindo Persada Jakarta, cet I 1997
[15]. Zunaidi, Abd Rahman, Al-Salafiyah wa Qadhaya Al-Ashr, Dar Isbiliya, Riyadh cet I 1998
“Artinya : Dialah yang mengutus
Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya
terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” [Al-Fath : 28]
Sebagai rahmat bagi semesta alam
“Artinya : Dan tiadalah Kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [Al-Anbiya
:107]
Dan sebagai satu-satunya agama yang
diridhai oleh Allah Ta’ala.
“Artinya : Sesungguhnya agama
(yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” [Ali-Imran : 19]
Islam adalah agama yang utuh yang
mempunyai akar, dimensi, sumber dan pokok-pokok ajarannya sendiri. Siapa yang
konsisten dengannya maka ja termasuk Al-Jama’ah atau Firqah Najiyah (kelompok
yang selamat) dan yang keluar atau menyimpang darinya maka ja termasuk
firqaih-firqah yang halikah (kelompok yang binasa).
Diantara firqah halikah (yang
binasa) adalah firqah Liberaliyah. Liberaliyah adalah sebuah paham yang
berkembang di Barat dan memiliki asumsi, teori dan pandangan hidup yang
berbeda. Dalam tesisnya yang berjudul “Pemikiran Politik Barat” Ahmad Suhelani,
MA menjelaskan prinsip-prinsip pemikiran ini. Pertama, prinsip kebebasan
individual. Kedua, prinsip kontrak sosial. Ketiga, prinsip masyarakat pasar
bebas. Keempat, meyakini eksistansi Pluralitas Sosio – Kultural dan Politik
Masyarakat. [Gado-Gado Islam Liberal; Sabili no 15 Thn IX/81]
Maka dalam makalah ini akan kita
uraikan sanad (asal usul) firqah liberal (kelompok Islam Liberal atau Kelompok
kajian utan kayu), visi, misi agenda dan bahaya mereka.
SANAD (ASAL-USUL) FIRQAH LIBERAL
Ide ini terus bergulir. Rifa’ah
Rafi’ al-Tahtawi (Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropa dalam
pendidikan Islam. Shihabuddin Marjani (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun
(Bukhara, 1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekuler kedalam kurikulum
pendidikan Islam [Charless Kurzman: xx-xxiii]
Di India muncul Sir Sayyid Ahmad
Khan (1817-18..) yang membujuk kaum muslimin agar mengambil kebijakan bekerja
sama dengan penjajah Inggris. Pada tahun 1877 ja membuka suatu kolese yang
kemudian menjadi Universitas Aligarh (1920). Sementara Amir Ali (1879-1928)
melalui buku The Spirit of Islam berusaha mewujudkan seluruh nilai liberal yang
dipuja di Inggris pada masa Ratu Victoria. Amir Ali memandang bahwa Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Pelopor Agung Rasionalisme [William
Montgomery Waft: 132]
Di Mesir muncullah M. Abduh
(1849-1905) yang banyak mengadopsi pemikiran mu’tazilah berusaha menafsirkan
Islam dengan cara yang bebas dari pengaruh salaf. Lalu muncul Qasim Amin
(1865-1908) kaki tangan Eropa dan pelopor emansipasi wanita, penulis buku
Tahrir al-Mar’ah. Lalu muncul Ali Abd. Raziq (1888-1966). Lalu yang mendobrak
sistem khilafah, menurutnya Islam tidak memiliki dimensi politik karena
Muhammad hanyalah pemimpin agama. Lalu diteruskan oleh Muhammad Khalafullah
(1926-1997) yang mengatatan bahwa yang dikehendaki oleh al-Qur’an hanyalah
system demokrasi tidak yang lain.[Charless: xxi,l8]
Di Al-Jazair muncul Muhammad Arkoun
(lahir 1928) yang menetap di Perancis, ia menggagas tafsir al-quran model baru
yang didasarkan pada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika
(ilmu tentang fenomena tanda), antropologi, filsafat dan linguistik. Intinya Ia
ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu-ilmu pengetahuan Barat modern. Dan ingin
mempersatukan keanekaragaman pemikiran Islam dengan keanekaragaman pemikiran
diluar Islam. [Mu’adz, Muhammad Arkoun Anggitan tentang cara-cara tafsir
al-Qur’an, Jurnal Salam vol.3 No. 1/2000 hal 100-111; Abd. Rahman al-Zunaidi:
180; Willian M Watt: 143]
Di Pakistan muncul Fazlur Rahman
(lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi guru besar di Universitas
Chicago. Ia menggagas tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil
dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan al-Qur’an itu mengandung dua aspek: legal
spesifik dan ideal moral, yang dituju oleh al-Qur’an adalah ideal moralnya
karena itu ia yang lebih pantas untuk diterapkan.[Fazhul Rahman: 21; William M.
Watt: 142-143]
Di Indonesia muncul Nurcholis Madjid
(murid dari Fazlur Rahman di Chicago) yang memelopori gerakan firqah liberal
bersama dengan Djohan Efendi, Ahmad Wahid dan Abdurrahman Wachid [Adiyan
Husaini dalam makalah Islam Liberal dan misinya menukil dari Greg Barton,
Sabili no. 15: 88]
Nurcholis Madjid telah memulai
gagasan pembaruannya sejak tahun l970-an. Pada saat itu ia telah rnenyuarakan
pluralisme agama dengan menyatakan: “Rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh
diatas dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan
pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah
kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama” [Nurcholis
Madjid : 239]
Lalu sekarang muncullah apa yang
disebut JIL (Jaringan Islam Liberal) yang menghasung ide-ide Nurcholis Madjid
dan para pemikir-pemikir lain yang cocok dengan pikirannya.
Demikian sanad Islam Liberal menurut
Hamilton Gibb, William Montgomery Watt, Chanless Kurzman dan lain-lain. Akan
tetapi kalau kita urut maka pokok pikiran mereka sebenarnya lebih tua dari itu.
Paham mereka yang rasionalis dalam beragama kembali pada guru besar kesesatan
yaitu Iblis La’natullah ‘alaih. (Ali Ibn Abi aI-’Izz: 395) karena itu JIL bisa
diplesetkan dengan “Jalan Iblis Laknat”. Sedang paham sekuleris dalam
bermasyarakat dan bernegara berakhir sanadnya pada masyarakat Eropa yang
mendobrak tokoh-tokoh gereja yang melahirkan moto Render Unto The Caesar what
The Caesar’s and to the God what the God’s (Serahkan apa yang menjadi hak
Kaisar kepada kaisar dan apa yang menjadi hak Tuhan kepada Tuhan). Muhammad
Imarah : 45) Karena itu ada yang mengatakan: “Cak Nur Cuma meminjam pendekatan
Kristen yang membidani lahirnya peradaban barat” Sedangkan paham pluralisme
yang mereka agungkan bersambung sanadnya kepada lbn Arabi (468-543 H) yang
merekomendasikan keimanan Fir’aun dan mengunggulkannya atas nabi Musa ‘alaihis
salam [Muhammad Fahd Syaqfah: 229-230]
MISI FIRQAH LIBERAL
Yang dimaksud dengan Islam
Fundamentalis yang menjadi lawan firqah liberal adalah orang yang memiliki lima
cirri-ciri,yaitu.
Demikian yang dilontarkan mantan
Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon [Muhammad Imarah : 75]
AGENDA DAN GAGASAN FIRQAH LIBERAL
Pertama : Agenda politik. Menurutnya urusan negara adalah
murni urusan dunia, sistem kerajaan dan parlementer (demokrasi) sama saja.
Kedua : Mengangkat kehidupan antara agama. Menurutnya
perlu pencarian teologi pluralisme mengingat semakin majemuknya kehidupan
bermasyarakat di negeri-negeri Islam.
Ketiga : Emansipasi wanita dan
Keempat : Kebebasan berpendapat (secara mutlak).
Sementara dari sumber lain kita
dapatkan empat agenda mereka adalah.
BAHAYA FIRQAH LIBERAL
[2]. Mereka lebih menyukai
atribut-atribut fasik dari pada gelar-gelar keimanan karena itu mereka benci
kepada kata-kata jihad, sunnah, salaf dan lain-lainnya dan mereka rela menyebut
Islamnya dengan Islam Liberal. Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Artinya : Seburuk-buruk
panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman“. [Al-Hujurat : 11]
[3]. Mereka beriman kepada sebagian
kandungan al-Qur’an dan meragukan kemudian menolak sebagian yang lain, supaya
penolakan mereka terkesan sopan dan ilmiyah mereka menciptakan “jalan baru”
dalam menafsiri al-Qur’an. Mereka menyebutnya dengan Tafsir Kontekstual, Tafsir
Hermeneutik, Tafsir Kritis dan Tafsir Liberal
Sebagai contoh, Musthofa Mahmud dalam
kitabnya al-Tafsir al-Ashri-li al-Qur’an menafsiri ayat (Faq tho ‘u
aidiyahumaa) dengan “maka putuslah usaha mencuri mereka dengan memberi santunan
dan mencukupi kebutuhannya.” [Syeikh Mansyhur Hasan Salman, di Surabaya, Senin
4 Muharram 1423]
Dan tafsir seperti ini juga diikuti
juga di Indonesia. Maka pantaslah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
“Artinya : Yang paling saya
khawatirkan atas kalian adalah orang munafik yang pandai bicara. Dia membantah
dengan Al-Qur’an.“
Orang-orang yang seperti inilah yang
merusak agama ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Mereka mengklaim diri
mereka sebagai pembaharu Islam padahal merekalah perusak Islam, mereka mengajak
kepada kepada Al-Qur’an padahal merekalah yang mencampakkan Al-Qur’an”
Mengapa demikian ? Karena mereka
bodoh terhadap sunnah. [Lihat Ahmad Thn Umar al-Mahmashani: 388-389]
[4]. Mereka menolak paradigma
keilmuwan dan syarat-syarat ijtihad yang ada dalam Islam, karena mereka merasa
rendah berhadapan dengan budaya barat, maka mereka melihat Islam dengan hati
dan otak orang Barat.
[5]. Mereka tidak mengikuti jalan
yang ditempuh oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya dan
seluruh orang-orang mukmin. Bagi mereka pemahaman yang hanya mengandalkan pada
ketentuan teks-teks normatif agama serta pada bentuk-bentuk Formalisme Sejarah
Islam paling awal adalah kurang memadai dan agama ini akan menjadi agama yang
ahistoris dan eksklusif (Syamsul Arifin; Menakar Otentitas Islam LiberaL .Jawa
Pos 1-2-2002). Mereka lupa bahwa sikap seperti inilah yang diancam oleh Allah:
“Dan barangsiapa yang menentang
Rasul sesudahjelas kebenaran baginya. dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruknya tempat kembali.” [An-Nisaa’ 115].
[6]. Mereka tidak memiliki ulama dan
tidak percaya kepada ilmu ulama. Mereka lebih percaya kepada nafsunya sendiri,
sebab mereka mengaku sebagai “pembaharu” bahkan “super pembaharu” yaitu neo
modernis. Allah berfirman:
“Artinya : Dan bila dikatakan
kepada mereka, “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka
menjawab, “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah,
sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka
tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana
orang-orang lain telah beriman,” mereka menjawab, “Akan berimankah kami
sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman.” Ingatlah, sesungguhnya
merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. [Al-Baqarah
11-13]
[7]. Kesamaan cita-cita mereka
dengan cita-cita Amerika, yaitu menjadikan Turki sebagai model bagi seluruh
negara Islam. Prof. Dr. John L. Esposito menegaskan bahwa Amerika tidak akan
rela sebelum seluruh negara-negara Islam tampil seperti Turki.
[8]. Mereka memecah belah umat Islam
karena gagasan mereka adalah bid’ah dan setiap bid’ah pasti memecah belah.
[9]. Mereka memiliki basis pendidikan
yang banyak melahirkan pemikir-pemikir liberal, memiliki media yang cukup dan
jaringan internasional dan dana yang cukup.
[10]. Mereka tidak memiliki manhaj
yang jelas sehingga gagasannya terkesan “asbun” dan asal “comot” . Lihat saja
buku Charless Kurzman, Rasyid Ridha yang salafi (revivalis) itupun dimasukkan
kedalam kelompok liberal, begitu pula Muhammad Nashir (tokoh Masyumi) dan Yusuf
Qardhawi (tokoh Ihwan al-Muslimin). Bahayanya adalah mereka tidak bisa diam,
padahal diam mereka adalab emas, memang begitu berat jihad menahan lisan. Tidak
akan mampu melakukannya kecuali seorang yang mukmin.
“Artinya : Barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia mengucapkan yang baik
atau hendaklah ia diam.” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim] (Lihat Husain
al-Uwaisyah: 9 dan seterusnya]. Ahlul batil selain menghimpun kekuatan untuk
memusuhi ahlul haq. Allah ta’ala berfirman:
“Artinya : Adapun orang-orang
yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. JIka kamu (hai
para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu,
niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
[Al-Anfaal : 73]
Sementara itu Ustadz Hartono Ahmad
Jaiz menyebut mereka berbahaya sebab mereka itu “sederhana” tidak memiliki
landasan keilmuwan yang kuat dan tidak memiliki aqidah yang mapan. [Lihat
Bahaya Islam Liberal: 40, 64-65]
[Disalin dari Majalah As Sunnah
Edisi 04/VI/1423/2002M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta. Jl. Solo –
Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]