Setiap siswa pasti mendambakan hasil
belajar atau nilai ujiannya bagus sehingga dapat memenuhi persyaratan minimal
untuk masuk ke SMP Negeri yang diingini. Biasanya SMPN 1 Sukoharjo lebih tinggi nilai
minimal diterimanya daripada SMPN 2 dan seterusnya. Demikian juga orang tua
mereka serta guru-guru mereka. Akan tetapi dengan segala keterbatasan yang ada,
baik pada diri siswa, sekolah atau lingkungan keluarga mereka menjadikan
harapan itu jauh dari jangkauan. Mungkin pendapat seperti inilah yang ada pada
kebanyakan orang tua, guru atau siswa yang membuat siswa mengikuti les atau
bimbingan belajar di luar sekolah. Tujuan yang ingin dicapai tentu saja
kenerhasilan siswa memperoleh nilai bagus sebagai syarat diterimanya mereka di
SMP Negeri
yang mereka ingini.
yang mereka ingini.
Tapi dari tinjauan pendidikan formal,
hal ini merupakan kritikan bagi lembaga sekolah yang ada. Mengapa tidak, dengan
ikutnya siswa pada lembaga bimbingan belajar atau les di luar pendidikan formal
mengandung makna bahwa pendidikan formal yang diberlakukan pada mereka kurang
mamadai, kurang mencukupi, kurang bisa untuk memfasilitasi siswa untuk meraih
nilai yang diharapkan. Kurikulum yang diterapkan pada proses pembelajaran
ternyata tidak dapat menjadikan siswa mereka mendapat nilai yang bagus seperti
yang diharapkan. Bahkan tidak jarang juga seorang guru menganjurkan muridnya
untuk mengikuti les atau tambahan pelajaran di luar sekolah. Dengan kata lain
sang guru tidak mampu memberikan apa yang seharusnya didapat oleh murid. Dan
ketika keberhasilan siswa di raih, maka semua menyampaikan atau mengajukan
andilnya dalam ikut menentukan keberhasilan siswa tersebut. Itulah fakta yang
terjadi di tengah-tengah kita. Sehingga keberhasilan guru dalam mengajar tidak
dapat diukur dari outputnya.
Oleh karena itu, keberhasilan seorang
guru dalam memediasi siswanya untuk mendapat pengalaman belajar yang sesuai
harapan tidak dapat diukur jika siswa-siswanya mengikuti les atau bimbingan
belajar di luar sekolah. Dengan ikutnya siswa dalam les atau bimbel di luar
sekolah atau pendidikan formal maka sangat jelas lembaga les atau bimbel turut
memberi warna pada siswa. Pengalaman belajar yang dilakukan oleh bimbel tak
jarang justru lebih baik dari pendidikan formal yang diikuti siswa. Baik dari
segi tenaga pengajarnya, fasilitas, media serta saran dan prasarananya.
Sehingga wajar saja jika ada pendapat yang mengatakan bahwa sekolah tidak
maksimal dalam menentukan keberhasilan siswa. Sekolah cuma ‘nemu’ hasil
pembelajaran di bimbel.
Dari paparan di atas maka untuk
mengetahui keberhasilan guru dalam mengajar, atau untuk mengetahui keberhasilan
kurikulum yang diterapkan dalam menjawab tuntutan SMP Negeri adalah
ketidakikutsertanya siswa dalam les atau bimbingan belajar di luar sekolah atau
di luar pembelajaran formal. Dengan tidak ikutnya siswa di lembaga les atau
bimbel maka sudah dapat dipastikan, bahwa pengalaman belajar siswa hanya
dilakukan di sekolah atau pendidikan formal yang dia ikuti. Dengan demikian
seorang guru bisa mengklaim bahwa hasil yang diraih siswanya hampir 100% dari
pembelajaran yang diberikan kepada siswanya.
Guru yang percaya diri tidak perlu
menganjurkan siswanya untuk les atau ikut bimel di lembaga bimbel di luar
sekolah. Guru yang percaya diri dan mampu melaksanakan kurikulum dengan baik
cukup dengan jam pelajaran efektif yang telah diprogramkan olehnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar